Featured Post

Hanya Bermodal Cinta? No Way!

Menikah dengan hanya bermodal cinta saja? Itu masa lalu! Perempuan masa kini tidak hanya membutuhkan cinta dan sayang. Mereka membutuhkan kenyamanan dalam bentuk rill dan kehidupan yang terus berjalan dengan baik. 



Jika situasi finansial atau keuangan baik dan stabil, kecil kemungkinan menemukan masalah dalam pernikahan. 

“Karena laki-laki yang bertugas menafkahi keluarga. Perempuan akan merasa tenang kalau semua kebutuhan keluarga terpenuhi. Saya pasti akan memilih laki-laki yang sanggup menafkahi saya. Jadi, sebelum menikah, saya akan melihat dulu kemampuan calon suami saya. Takutnya, gara-gara masalah ekonomi rumah tangga kami berantakan,” tutur Putri, seorang karyawati swasta yang penulis minta komentarnya. “Saya nggak masalah kalau saya juga harus ikut bekerja, tetapi yang penting penopang ekonomi utama dalam keluarga adalah suami, saya hanya membantu saja.”

Sama seperti Putri, Rahmi, yang baru saja menyelesaikan kuliahnya, menjadikan materi sebagai kriteria utama dalam memilih pendamping hidup. “Usia saya bukan lagi untuk mencari pacar tapi mencari pasangan hidup. Namanya mencari pasangan hidup, artinya pasangan itu harus mampu menopang hidup kita. Bukan sekadar cinta tokh. Yang penting secara ekonomi dia mampu menjamin hidup saya.” Ketika ditanya mengapa faktor ekonomi menjadi faktor utama dalam memilih pasangan hidup, perempuan yang calon suaminya seorang pengusaha makanan kering ini menjawab, “Buat apa pendidikan tinggi tetapi pekerjaannya tidak tetap, tidak punya uang, tidak bisa mencukupi? Anak-anak kami masa depannya bagaimana?”

Karena wanita tidak hanya memikirkan kehidupannya sendiri ke depannya, tapi juga memikirkan kehidupan anak-anaknya, memastikan anak-anaknya mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Bagaimanapun juga jika pondasi ekonomi rumah tangga tersebut tidak kokoh, bisa dipastikan yang jadi korbannya adalah anak-anak.

Jangan Melihat Hartanya

“Kalau dilihat dari kacamata Islam, memang ada hadis yang mengatakan bahwa janganlah seorang perempuan melihat pasangan dari harta karena harta akan habis. Jangan pula lihat dari keturunan, dan janganlah lihat ketampanan atau kecantikannya, itu semua tidak ada yang abadi. Tapi pilihlah karena agamanya. Karena sebuah keluarga akan menjadi aman dan tentram jika kepala keluarga memiliki pemahaman agama yang baik,” tutur Ustadzah Hj. Ummu Mumtaza. “Namun beda halnya jika melihat dari segi dunia, seorang perempuan tidak apa melihat laki-laki dari materinya. Karena ketika mereka sudah menikah, seperti yang tertera pada surat An-Nisa : 19-21, laki-laki itu sudah milik istri dan anak-anaknya. Dan janganlah kau mengambil apa pun yang sudah diberi kepada istrimu.”

Menurut Dr. Winarini Wilman PhD, cinta memang hal penting dalam sebuah pernikahan, tapi itu bukanlah kebutuhan satu-satunya. Banyak hal yang harus di perhatikan saat memilih pasangan untuk menikah. “Bukan hanya cinta dan materi, perempuan juga butuh kebutuhan spiritual dan sosial. Ada lima kebutuhan dalam perkawinan. Pertama, kebutuhan secara legal, diakui oleh agama dan negara, bisa tinggal bersama tidak berjauhan, yakin bahwa pernikahannya itu bisa bertahan. Kedua, rasa aman, itu baik secara emisional, financial , merasa terlindungi, tidak dalam hubungan yang saling menyakiti. Atau menyakiti orang lain. Ketiga, kebutuhan cinta, ini adalah hal yang penting karena dengan cinta, kita bisa lebih memaafkan kelemahan pasangan kita. Keempat, respect, merasa berharga dan dihargai oleh pasangan kita. Dan yang kelima, kebutuhan untuk mengembangkan diri atau aktualisasi diri agar menjadi lebih baik.”

Perempuan Matre

Keinginan mendapatkan kehidupan yang baik dan terjamin kebutuhannya, akhirnya menjadikan perempuan dicap sebagai ‘Perempuan Matre’. Menanggapi hal ini, Rahmi berkata, “Matre untuk kelangsungan hidup keluarga sendiri ya harus. Biarin aja orang mau bilang apa. Kan yang menjalani kehidupan itu kita sendiri. Yang penting kita menikah dengan cinta, bukan tanpa cinta. Tapi kita butuh ekonomi mapan.” sementara itu Putri berpendapat bahwa cinta bisa terlahir dari materi. “Pernah ada kejadian, temanku dijodohkan oleh orangtuanya dengan laki-laki kaya. Mulanya temanku itu tidak cinta. Namun, demi rasa baktinya dia mau dijodohkan. Seiring berjalannya waktu, ternyata temanku itu malah cinta beneran dan bahkan sangat menyayangi suaminya. Aku pernah bertanya kok bisa, temanku itu menjawab bahwa suaminya sangat perhatian dan sangat menjamin kehidupannya sehingga temanku itu merasa nyaman.”

Ustadzah Hj. Ummu Mumtaza mengatakan, dalam surat Al-Baqoroh: 233, disebutkan bahwa perempuan harus diberikan pakaian dan makanan. Karena perempuan yang menyusui anak-anaknya dan lak-laki harus mengerti tentang hal itu. “Jadi menurut saya, kalau perempuan memilih laki-laki mapan itu adalah hal yang sah dan wajar. Tapi tetap yang paling utama adalah agama dan ketakwaannya, setelah itu baru materi. Sebetulnya tidak semua perempuan Indonesia melihat laki-laki hanya dari segi materi saja. Semua itu tergantung masing-masing orang memaknakan pernikahan.”

Berbeda dengan perempuan single parents yang mencari nafkah sendiri. Perempuan tersebut harus bekerja lebih keras agar bisa menghidupi dirinya dan anak-anaknya. “Jadi perempuan tersebut harus memiliki materi yang lebih. Maka wajar saja bila mencari pendamping hidup yang lebih mapan darinya,” tambahnya.

Sebenarnya masih banyak perempuan yang mau menikah dengan laki-laki biasa, asalkan mau bekerja keras. Faktor kenyamanan adalah kata kuncinya. Namun, bukan berarti selamanya akan terus seperti itu.pada saat perempuan tidak melihat pergerakan dari si laki-laki untuk maju, maka konflik pun akan terjadi. Menghindari hal itu, itu sebabnya sejak awal perempuan lebih aman memilih yang sudah ‘jadi’ sebagai jaminan kelangsungan hidupnya.

Dr. Winarini Wilman PhD menilai Level mapan perempuan juga beda-beda. “Kalau perempuan menengah ke atas mereka menuntut mobil dan rumah. Kalau turun satu tingkat, mereka hanya menuntut laki-laki yang punya pekerjaan. Turun lagi, yang penting bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi semua tergantung dengan levelnya.” *(erin)


Komentar