Featured Post

Tanpa Bantuan ABK Asal Indonesia, Jepang Tidak Bisa Menangkap Ikan Tuna

Sekitar 3.000 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia bekerja di kapal Asosiasi Pengusaha Perikanan Tuna Jepang. Umumnya ABK asal Indonesia itu bekerja di kapal-kapal yang berlayar ke Samudera Hindia, Fasifik, dan Atlantik.


"Tanpa bantuan mereka, kami tidak bisa menangkap ikan tuna,” ujar Yamashita, President Japan Tuna Fisheries Co-operative Association ketika acara jamuan makan malam dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti Tokyo, Selasa (11/4). Ini adalah hari kedua kunjungan Menteri Susi.

Mengetahui keadaan tersebut, Menteri Susi berpesan agar jangan ada perbudakan ABK di kapal-kapal perikanan Jepang, terutama ABK yang berasal dari Indonesia. “Mereka bilang tanpa bantuan ABK-ABK Indonesia, tidak bisa lagi mereka tangkap ikan tuna. Saya berterima kasih selama mereka (ABK asal Indonesia) diperlakukan dengan baik. Tapi kalau sampai saya dengar ada perbudakan, saya akan kejar sampai mana pun, dan mereka senyum-senyum (mendengar itu). Mereka sangat menghargai,” ungkap Menteri Susi.

Menteri Susi meminta agar ABK asal Indonesia yang bekerja di Jepang diberi kehidupan yang layak baik dari segi gaji, akses terhadap kesehatan, dan sikap/perlakuan. Untuk itu, Menteri Susi juga meminta daftar nama ABK asal Indonesia yang ada di sana, yang disanggupi Yamashita dengan berjanji mengirimkan nama 1.200 ABK asal Indonesia dalam waktu dekat. Menurut Menteri Susi, pemerintah membutuhkan data tersebut untuk dapat melindungi para ABK asal Indonesia dan memastikan hak mereka terpenuhi secara baik.

“Kalau kita sudah punya datanya, kita kan bisa pantau. Kita bisa pastikan ABK-ABK kita apakah mendapat perlakuan yang baik atau tidak, gajinya memadai atau tidak, dapat perlindungan asuransi atau tidak,” terang Menteri Susi.

Yamashita menyatakan, pihaknya tidak keberatan atas permintaan Menteri Susi terkait adanya laporan jumlah ABK secara regular sebagai upaya perlindungan terhadap ABK Indonesia yang ada di sana. Yamashita meminta Menteri Susi tidak terlalu khawatir. Ia memastikan, segala sesuatu yang terjadi pada ABK di negaranya sepenuhnya menjadi tanggung jawab asosiasi. “Kami akan pastikan para pemilik kapal memberikan perlindungan yang memadai,” kata dia.

“Kami percaya, kalau kami memperlakukan kru kami dengan baik dan mereka senang, mereka akan bekerja dengan baik sehingga produktivitas kerjanya pun semakin meningkat,” tambah Yamashita.

Sebagai informasi, Jepang adalah negara dengan konsumsi ikan tuna sangat tinggi yakni 308.000 per tahun. Untuk itu, mereka memiliki banyak kapal penangkap ikan tuna dengan mempekerjakan ABK dari beberapa negara, termasuk Indonesia.

Dalam jamuan makan malam tersebut, Menteri Susi juga mengungkapkan jika tujuan kunjungannya ke Jepang adalah meningkatkan kerjasama Indonesia dan Jepang yang selama ini sudah terjalin cukup baik. Menurutnya, Indonesia juga membuka kesempatan bagi pengusaha perikanan Jepang untuk berinvestasi di Indonesia.

Sebelumnya, di hari yang sama, Menteri Susi juga mengunjungi Misaki Tuna Fish Landing Market, yaitu pelelangan ikan di Misaki yang dilengkapi restoran dan supermarket. Di sana Menteri Susi disambut Wali Kota Miura Hideo Yashida dan Ketua Kamar Dagang dan Industri Miura, Kanagawa Toshisa Teramoto.

Tak hanya itu, Menteri Susi juga menyambangi Japan Super Freeze Co.Ltd (JSF) yang merupakan tempat penyimpanan ikan terbesar dan satu-satunya di dunia yang menggunakan Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair yang ramah lingkungan. Menteri Susi dan rombongan berniat melakukan studi banding teknologi untuk pengawetan tuna setelah ditangkap.

"Di dunia, hanya kami satu-satunya di sini yang pakai LNG. Kami memakai LNG karena biaya listrik sangat mahal," kata Presiden JSF Shigeru Hamada. Selain itu, menurut Hamada, JSF memiliki pendingin hingga minus 60 derajat celcius yang dapat mempertahankan kualitas daging ikan tangkapan selama berbulan-bulan. Adapun cold storage milik KKP yang ada di Indonesia hanya memiliki pendingin hingga minus 20 derajat celcius.

Hamada menambahkan, ikan tuna yang disimpan di JSF merupakan hasil tangkapan dari berbagai negara, dengan Taiwan sebagai pemasok terbesar. Menurutnya, JSF dapat menampung ikan tuna hingga 11 ribu ton.

Menurut Menteri Susi, Indonesia sebenarnya memiliki potensi untuk mengembangkan tempat penyimpanan ikan menggunakan LNG seperti yang dikembangkan Jepang, mengingat banyak tempat di Indonesia yang memiliki sumber gas alam cair. Namun, Menteri Susi menyadari, pengembangan fasilitas serupa JSF membutuhkan biaya yang tak sedikit, yaitu mencapai USD300 juta. Untuk itu, Menteri Susi mengundang investor baik dari dalam maupun luar negeri untuk ikut berinvestasi guna mewujudkan pembangunan fasilitas tersebut. (sumber:Biro Kerja Sama dan Humas KKP)

Komentar