Dengan hanya 4 pemain (bahkan dua di antaranya hanya selintas saja) film The Redeeming mampu memberikan ending yang mengejutkan.
Sebuah film bagus tak melulu berbudget tinggi. Sebuah rumah tua di tepi hutan, 2 pemeran utama yang bermain apik dalam karakternya masing-masing, serta jalan cerita yang tak mampu ditebak, menjadi andalan untuk film berdurasi 90 menit ini.
Kisah dibuka dengan penampakan perempuan setengah baya mengendap-endap ke sebuah rumah yang jauh dari mana-mana, pada malam hari yang penuh badai. Ia dengan mudah menemukan kunci rumah itu dan masuk ke dalamnya. Ketika ia menyalakan radio terdengar siaran berita tentang seorang pasien gangguan mental yang melarikan diri dan masyarakat diminta berhati-hati. Sampai di situ penonton mungkin akan menduga bahwa perempuan itu adalah pasien yang dimaksud. Benarkah?
Tak lama pintu rumah itu diketuk dengan keras. Suara seorang pria terdengar dari luar, meminta pertolongan karena tangannya terluka. Si perempuan, Joyce, membukakan pintu dan menyuruh laki-laki itu masuk sebelum badai membekukan badan mereka. John, laki-laki itu terluka tangannya dan meminta tolong agar Joyce memanggil dokter. Sayangnya mendadak listrik mati dan Joyce tidak bisa memanggil pertolongan.
Joyce banyak bertanya sekaligus bercerita. John lebih banyak mendengarkan dan sesekali nampak kikuk dan aneh. Percakapan yang kemudian berbelit-belit membuat penonton gamang, yang mana sebenarnya pasien gangguan mental seperti yang disiarkan radio tadi? Joyce atau John?
Hampir dua puluh menit penonton disodorkan permainan dua karakter yang bertolak belakang dalam ruangan yang itu-itu saja. Tracy Ann Wood memerankan Joyce dengan cemerlang. Karakter perempuan paruh baya yang sentimental, galau, tetapi juga pemarah. Joyce begitu baper. Setiap kali John salah bicara ia meradang. Joyce bahkan tak segan-segan memukul John tanpa alasan yang jelas. Membuat John ingin segera pergi dari rumah itu, tetapi Joyce selalu menahan dengan alasan masih badai di luar.
Film Look Away 2018: Kepribadian yang Terperangkap dalam Cermin
Di saat lain, Joyce menjadi manis tiba-tiba. Ia membuatkan roti dan mengajak minum brandy. Berkali-kali ia menceritakan kepada John tentang suaminya yang pergi meninggalkannya. Namun, di lubuk hati terdalamnya Joyce bagai melihat sosok anaknya dalam diri John. Kemudian, Joyce mendadak tak ingin disebut Nyonya Joyce Simons, sebagaimana nama yang ia perkenalkan pada John. “Panggil saya Nyonya Hayden!” ujarnya dengan tegas dan marah.
Di situlah kemudian penonton mulai berpikir, jangan-jangan Joycelah si pasien gangguan mental itu. Tetapi John juga kedapatan membawa gulungan uang tunai, paspor bernama orang lain, serta pistol, dalam tas ranselnya. Apakah John yang sesungguhnya pasien yang melarikan diri itu?
Penulis skenario Roger Thomas dan sutradara Brian Barnes memainkan bagian ini dengan lamban dan sengaja membiarkan penonton gemas. Beberapa bagian membuat penonton semakin penasaran seperti ketika John malah lebih tau di mana meletakkan pemantik api untuk menyalakan penghangat atau foto-foto keluarga yang terpajang di meja tidak ada satu pun tentang Joyce.
Di tengah pertikaian Joyce dan John, datanglah Dokter Hayden. Dokter inilah kunci dari semua cerita.
Film psico drama asal Inggris yang berbudget rendah ini ternyata bisa memberikan penghiburan yang bagus. Kalau Anda penyuka shock ending, ini bisa menjadi pilihan.* (Erin)
After a fight and chase through the house, a shocking twist reveals just how fragile Joyce's reality has become.
Komentar