Featured Post

Korea Utara Ledakkan Kantor Penghubung, Panas Dingin Hubungan Antar Korea Masuki Babak Baru

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dalam parade mobil, September 2018 di Pyongyang/Net


KETEGANGAN antara Korea Utara dan selatan nampaknya memasuki babak baru, setelah pada hari Selasa (16/6) Korea Utara meledakkan kantor penghubung dengan Korea Selatan.

 Tindakan Korea Utara itu dinilai telah menandakan ketidaksenangannya  pada  Korea Selatan.

Penjaga perbatasan Korea Selatan mendengar ledakan dan kemudian melihat asap mengepul dari Kaesong, Korea Utara, di mana bangunan itu berada.

Bangunan itu tampaknya hancur total akibat ledakan yang begitu kuat. Hal itu dapat dilihat dari jendela-jendela di sejumlah gedung yang ada di dekatnya juga ikut hancur, menurut rekaman video dari kamera pengintai Korea Selatan di perbatasan.

Kementerian Unifikasi Korea Selatan telah mengonfirmasi kejadian itu.

Beberapa jam setelah kejadian, kantor berita resmi Korut mengatakan, “kantor penghubung secara tragis hancur dengan ledakan hebat,”. Mereka  menambahkan bahwa tindakan tersebut mencerminkan pola pikir orang-orang yang marah dari Korea Utara.

Tidak ada warga Korea Selatan yang bekerja di kantor itu sejak Januari, ketika kantor itu ditutup karena pandemik virus corona.

Kantor tersebut dikelola oleh personel dari kedua belah pihak, dibuka pada tahun 2018, pada saat pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, dan Presiden Moon Jae-in dari Korea Selatan  mengadakan pertemuan optimis dan sedang mendiskusikan kemungkinan kerjasama ekonomi yang luas.

Itu adalah saluran penghubung penuh waktu  pertama antara kedua Korea, yang secara teknis telah berperang selama beberapa dekade karena gencatan senjata, bukan perjanjian damai, menghentikan Perang Korea pada 1953.

Korea Selatan telah mempertimbangkan kantor tersebut sebagai sebuah langkah penting menuju akhir dekade permusuhan, berharap itu pada akhirnya akan mengarah pada pembentukan misi diplomatik di ibukota masing-masing.

Tetapi hubungan antara Korea telah memburuk sejak saat  itu. Dan bulan ini, Korea Utara mulai menjadikan kantor penghubung  tersebut sebagai target retorika. Pada 5 Juni, Korea Utara mengancam untuk menutupnya. Empat hari kemudian, mereka memutuskan semua jalur komunikasi dengan Selatan, termasuk yang melewati kantor penghubung. Korea Utara mengatakan pihaknya bertekad untuk menutup semua sarana kontak dengan Korea Selatan dan menyingkirkan hal-hal yang tidak perlu.

Tiga hari sebelum kejadian, Kim Yo-jong, adik sekaligus penasihat terkemuka untuk Kim, telah memperingatkan bahwa akan ada kejadian tragis di kantor penghubung yang dia sebut sebagai sesuatu yang tidak berguna.

“Tak lama, sebuah adegan tragis dari kantor penghubung bersama Utara-Selatan yang tidak berguna yang benar-benar runtuh akan terlihat,” ungkapnya seperti dikutip dari The New York times, Selasa (16/6).

Selama berminggu-minggu, Korea Utara mengancam akan mundur dari hubungan yang lebih ramah yang dibangunnya dengan Korea Selatan pada 2018.

Ketegangan terbaru antar Korsel dan Korut dipicu munculnya sejumlah pamflet anti-Pyongyang yang beredar di perbatasan kedua negara. Diduga kuat pamflet itu disebarkan sejumlah pembelot Korut.

Perbatasan mencela Kim dan pemerintahannya yang represif. Korea Selatan, berharap untuk menjaga perdamaian, telah bersumpah untuk menghentikan kejadian itu dan sedang merencanakan undang-undang yang akan melarang mereka.

Pekan lalu, Korea Utara menyebut Korea Selatan sebagai ‘musuh.’ Dan pada hari Selasa (16/6), beberapa jam sebelum terjadinya ledakan di Kaesong, militer Korut mengancam akan mengirim kembali pasukan yang sebelumnya ditarik dari daerah dekat perbatasan Korea Selatan.

Tentara Rakyat Korea Utara mengatakan telah diminta untuk mengembangkan rencana aksi untuk mengubah garis depan menjadi benteng dan semakin meningkatkan kewaspadaan militer terhadap Korea Selatan, menurut sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh media pemerintah.

Dikatakan rencana itu akan melibatkan tentara yang kembali ke daerah-daerah yang telah didemiliterisasi berdasarkan perjanjian sebelumnya dengan Korea Selatan.

Mengirim lebih banyak pasukan ke perbatasan akan semakin meningkatkan ketegangan dengan Selatan. Tetapi dengan mengatakan bahwa langkah itu masih dalam tahap perencanaan, Korea Utara tampaknya meninggalkan ruang untuk kompromi.

Militer Korea Selatan pada hari Selasa memperingatkan bahwa pihaknya akan menanggapi dengan kuat tindakan provokatif oleh Korea Utara di sepanjang perbatasan.

Pengerahan pasukan Korea Utara akan melibatkan daerah dekat perbatasan yang telah didemiliterisasi sejak tahun 2000, ketika kedua pemimpin Korea bertemu untuk pertama kalinya. Senin adalah hari jadi ke 20 dari pertemuan puncak itu.

Di bawah perjanjian itu, Korea Utara menarik beberapa unit militer perbatasannya untuk membuat jalan yang menghubungkan Korea Selatan ke Gunung Diamond tujuan resor di Korea Utara, yang menjadi lokasi percobaan dalam pariwisata antar Korea , dan ke Kaesong, tempat kedua Korea bersama-sama mengoperasikan taman industri bertahun-tahun sebelum kantor penghubung dibuka.

Kedua proyek tersebut adalah bagian dari apa yang disebut  ‘Kebijakan Sinar Matahari’ Selatan untuk meningkatkan hubungan melalui kerja sama ekonomi, yang mengarah pada pertemuan tahun 2000 antara ayah Kim, yankni Kim Jong-il, dan Presiden Kim Dae-jung di Selatan. Namun niat baik itu memburuk selama bertahun-tahun karena Korea Utara terus mengembangkan arsenal nuklir, dan kedua proyek itu akhirnya ditutup .

Hubungan Korea menghangat kembali pada tahun 2018. Kim Jong-un dan Mr. Moon sepakat untuk menghentikan propaganda lintas batas, dan mereka menetapkan tujuan untuk melanjutkan kembali kawasan industri Kaesong dan proyek Gunung Diamond. Mereka juga memindahkan lebih banyak pasukan dari daerah perbatasan, menutup beberapa pos penjagaan yang dipertahankan oleh kedua Korea di dalam Zona Demiliterisasi yang memisahkan mereka.

Tapi kesengitan hubungan kedua Korea telah kembali dalam beberapa bulan terakhir. Diplomasi Kim dengan Presiden Trump runtuh tahun lalu, menggagalkan harapannya memenangkan bantuan dari sanksi internasional yang keras yang dijatuhkan pada Korea Utara atas senjata nuklirnya. Kim sejak itu telah meningkatkan tekanan pada Selatan untuk bergerak maju dengan usaha Kaesong dan Gunung Diamond, yang keduanya telah membawa ‘hard currency’ (istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan  mata uang yang umumnya bersifat lebih stabil dan kuat) yang sangat dibutuhkan Korea Utara.

Namun, di bawah perjanjian 2018, proyek-proyek bersama itu akan dilanjutkan hanya sebagai bagian dari kesepakatan yang lebih luas untuk melakukan denuklirisasi Utara. Penolakan Korsel untuk melanjutkannya terlepas dari apa pun telah menyebabkan retorika yang semakin keras dari Utara, yang ekonominya  sudah menderita di bawah sanksi,dan diperparah oleh pandemki virus corona.

Pada hari Sabtu (13/6), saudara perempuan Kim  mengatakan Korut seharusnya tidak lagi mempercayai bahasa basi yang berasal dari pemerintahan Moon Jae-in.

"Saya merasa ini saatnya untuk memutuskan hubungan dengan pemerintah Korea Selatan," katanya, seraya menambahkan bahwa langkah selanjutnya akan diambil oleh militer Korea Utara.

Pada hari Senin, Moon Jae-In menandai peringatan 20 tahun pertemuan puncak pertama Korea dengan mengatakan bahwa jalan menuju perdamaian lambat dan berliku-liku. Dia mendesak Kim agar tidak membatalkan perjanjian damai yang telah mereka sepakati di hadapan 80 juta warga Korea. []

Komentar